Tetaplah Fokus Berjuang Dan Bermanfaat Untuk Orang Lain Meski Sama Sekali Tidak Dihargai

 


Om Swastyastu semeton Pesona Taksu Bali, kali ini kita akan membahas tentang "Motivasi" Sebelum itu jangan lupa untuk mengunjungi Instagram kami juga ya @pesona_taksubali


Dilihat orang tua atau tidak, ia tetap berdenting. Dihargai orang atau tidak, ia tetap berputar. Walau tak seorangpun mengucapkan terimakasih, ia tetap bekerja. Setiap jam, setiap menit, bahkan setiap detik. Itulah makna belajar dari jam dinding, terus berbuat baik,meskipun tidak dilihat, tidak dianggap apalagi dihargai, sekalipun bermanfaat bagi orang lain.


Hidup adalah kesempatan belajar, tentang kehidupan atau bahkan tentang diri kita sendiri yang sebenarnya belum banyak kita ketahui, apalagi pahami, mengerti, dan sadari. Belajar bisa dari apa saja, siapa saja, dan dengan cara bagaimana saja. Bisa dari guru, orang lain, buku, kejadian/peristiwa, alam, termasuk benda. Jam dinding sebagai benda/alat penghitung waktu tanpa disadari telah memberikan pelajaran. Bahwa meski dibutuhkan, bahkan teramat penting bagi perjalanan hidup manusia, keberadaannya lebih sering disepelekan. Hanya karena ingin tahu pukul/jam berapa saat itu, baru dilihat, itupun sekadar melirik.


Pelajaran penting yang dapat dipetik atas pelajaran yang didapat dari jam dinding, tetap dan berusaha bergerak, bekerja atau berbuat untuk sebesar-besarnya ber/dimanfaatkan orang lain, meski sama sekali tidak dihargai. Penghargaan bukanlah tujuan, kalaupun ada, itu hanya kesempatan untuk bersyukur. Bekerja atau berbuat adalah kewajiban soal hasil bukanlah menjadi tujuan, biarkan Tuhan mengatur apa yang terbaik untuk sebuah pekerjaan/perbuatan baik. Dari detik ke menit, dari menit ke jam, dari hari ke hari, seterusnya beranjak ke hitungan minggu, bulan, dan tahun, seperti halnya jam dinding terus ajeg berputar.


Sama halnya matahari, tanpa mengenal waktu, terus saja terbit dan tenggelam, menjadi penanda pergantian waktu, dari waktu ke waktu, terus berlalu, tanpa ragu. Itulah sang kala, sang waktu, menjandi penentu apakah kita bisa mengisi dan memanfaatkannya untuk sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, atau hanya untuk diri sendiri. Jika hanya untuk kepentingan sendiri, tak bedanya dengan kincir air, setiap putaran harus mendapat pasokan air, ia tak akan bisa berputar, pasti berhenti kemudian mati.


Analogi jam dinding dan kincir air ini menjadi gambaran paradoks tentang perilaku manusia, yang satu bekerja atau berbuat tanpa mengharapkan hasil, sementara satunya lagi setiap pergerakan, pekerjaan atau perbuatannya selalu berharap mendapatkan balasan.


Sejatinya, setiap gerak, kerja, atau perbuatan adalah bagian dari putaran hukum “Karma”, sesuatu yang berhubungan dengan gerak hidup, dalam hal ini hidupnya manusia sebagai mahluk karmany (pelakon) yang bertugas seperti halnya jam dinding tanpa berpikir hasil.


Hal ini sejalan penegasan suratan kitab Bhagawadgita III.19,20: “Laksanakan segala kerja sebagai suatu kewajiban yang tanpa terikat (pada akibat/hasil), sebab kerja yang bebas dari keterikatan bila seseorang dapat melakukannya, maka ia akan mendapat tujuan tertinggi; sesungguhnya dengan kerja itu saja (orang) akan mencapai kesempurnaan, janaka dan lainnya. Terpeliharanya dunia sesungguhnya demikian juga, supaya engkau perhatikan dalam melakukannya”.


Dengan demikian, Karma disadari menjadi cara mencapai sesuatu, mulai dari meraih tujuan hidup duniawi (jagadhita) hingga memuncak pada pencapaian kesadaran tertinggi/sempurna secara rohani yang disebut kelepasan (moksa). Persoalannya, hidup adalah nyata, dan kehidupan itu sendiri masih bergulir, dan terus bergerak di seputaran duniawi yang tidak lepas dari keterikatan materi, sementara obsesi tertinggi mewajibabkan melepaskan segala kemelekatan materi duniawi? Membangun surgawi di dunia, tampaknya menjadi satu-satunya jalan kea rah itu. Bagaimana agar di tengah kehidupan yang semakin kuat ikatan materinya, dapat memberikan makan berarti bagi kehidupan ini, tidak saja untuk diri sendiri, lebih penting lagi bagi sesame insani.


Jadi bagaimana semeton ? Bermanfaat tidak informasi dari blog kami ? Jika bermanfaat jangan lupa untuk meninggalkan komentarnya ya terima kasih.


Via : pesonataksubali.blogspot.com/phdi.or.id

Foto By : phdi.or.id (ilustrasi)

#pesona_taksubali

Comments

Popular posts from this blog

Makna Asu Bang Bungkem Dalam Sejarah Upacara Caru Hindu Di Bali

Kewajiban Orang Tua Pada Anaknya Menurut Kepercayaan Agama Hindu Di Bali

Makna Mimpi Atau Primbon (Baik Dan Buruk) Menurut Agama Hindu

Pantangan Dan Persembahan Yang Wajib Diketahui Dibalik Keramatnya Kajeng Kliwon

Proses Watangan Mapendem/Mengubur Mayat Yang Bangkit Kembali Dalam Calonarang

Bagaimanakah Ciri - Ciri Sebenarnya Dari Zaman Kali Yuga Menurut Kitab Suci Hindu ?

Beginilah Cara Mengintip Leak Yang Sedang Rapat/Meeting Di Malam Hari

Benarkah Menginjak Canang/Sesajen Di Bali Bisa Celaka atau Mendapat Kesialan ?

Apakah Lahir "Melik" Sebuah Anugrah Yang Beresiko Kematian ? Simak Selengkapnya

Inilah Sosok Penemu Tari Gopala Yang Merupakan Penggambaran Aktivitas Pengembala