Sejarah Dan Fakta Unik Dibalik Tradisi Mekare - Kare Yang Ada Di Tenganan "Berdarah Tapi Tak Dendam"

 


Om Swastyastu semeton Pesona Taksu Bali, kali ini kita akan membahas tentang "Mekare kare" Sebelum itu jangan lupa untuk mengunjungi Instagram kami juga ya @pesona_taksubali.


Tradisi Mekare-kare atau dikenal dengan Mageret Pandan atau Perang Pandan, tradisi unik ini hanya ada di desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, kawasan pariwisata Bali Timur. Budaya dan tradisi di Karangasem tersebut cukup dikenal pada kalangan wisatawan. Sehingga menjadikan desa Tenganan sebagai destinasi wisata yang wajib dikunjungi saat mengagendakan tour ke arah Bali Timur.


Tradisi ini merupakan rangkaian upacara keagamaan yang dilakukan ketika upacara Sasih Sembah digelar. Upacara Sasih Sembah merupakan upacara terbesar yang diselenggarakan hanya sekali dalam setahun. Sedangkan Mekare-kare dihelat selama 2 hari mulai pukul 2 sore di halaman Balai Desa Tenganan. Kaum pria menggunakan pakaian adat madya terdiri dari sarung, selendang, serta ikat kepala tanpa memakai baju atau hanya bertelanjang dada. Sedangkan para perempuan memakai pakaian khas Tenganan yang berupa kain tenun Pegringsingan.


Mekare-kare tidak sekadar pertarungan apalagi pertunjukan. Ini adalah ritual persembahan bagi dewa tertinggi di desa ini, Dewa Indra. Dalam mitologi Hindu Bali, Dewa Indra adalah dewa perang. Orang Bali pada umumnya menyembah tiga dewa lain yaitu Brahma, Wisnu, dan Siwa.


"Dewa Indra itu dewaning payudan (Dewa Perang). Karena itu kami melaksanakan persembahan dengan perang," kata Wayan Arsana, salah satu tetua adat di Desa Tenganan. Kepercayaan bahwa Dewa Indra adalah penguasa tertinggi tak bisa lepas dari sejarah Tenganan. Menurut Arsana, leluhur mereka dulunya adalah prajurit dari Gianyar yang ditugaskan untuk mencari kuda yang hilang. Kuda itu ditemukan di mana Desa Tenganan Pegringsingan sekarang berada.


Arsana mengatakan ada bukti-bukti batu megalit sebagai simbol-simbol bagian tubuh kuda di Desa Tenganan. "Itu mitos yang kami dapatkan secara turun temurun dari leluhur. Bukan sejarah, karena tidak tertulis," katanya. Percaya bahwa Dewa Indra adalah dewa tertinggi, warga adat Desa Tenganan pun melakukan ritual dalam bentuk perang. Tidak hanya mekare-kare. Ada pula mesambat-sambatan biu, perang saling melempar pisang, yang juga diadakan setahun sekali.


Selain Perang Pandan, desa Tenganan di Karangasem ini memiliki hasil kerajinan kain tenun yang khas, yakni kain Gringsing dan menjadi produksi tenun tradisional dengan teknik dobel ikat yang cukup terkenal pula dan jarang anda bisa temukan di pulau Dewata Bali. Proses pembuatan kain tenun Gringsing di desa Tenganan Pegringsingan tersebut, memerlukan waktu antara 2-5 tahun, kain Gringsing tersebut, hanya digunakan pada saat-saat tertentu saja. dan diyakini bisa menolak gering (bala). Begitu unik, langka dan menariknya kain tenun Gringsing tersebut, sehingga desa tersebut dikenal juga sebagai Tenganan Pegringsingan.


Jadi bagaimana semeton ? Bermanfaat tidak informasi dari blog kami ? Jika bermanfaat jangan lupa untuk meninggalkan komentarnya ya terima kasih.

Via : Pesonataksubali.blogspot.com/balitoursclub.net/lokadata.id

Foto By : Rangkuman Google (ilustrasi)

#pesona_taksubali

Comments

Popular posts from this blog

Makna Asu Bang Bungkem Dalam Sejarah Upacara Caru Hindu Di Bali

Kewajiban Orang Tua Pada Anaknya Menurut Kepercayaan Agama Hindu Di Bali

Makna Mimpi Atau Primbon (Baik Dan Buruk) Menurut Agama Hindu

Bagaimanakah Ciri - Ciri Sebenarnya Dari Zaman Kali Yuga Menurut Kitab Suci Hindu ?

Pantangan Dan Persembahan Yang Wajib Diketahui Dibalik Keramatnya Kajeng Kliwon

Proses Watangan Mapendem/Mengubur Mayat Yang Bangkit Kembali Dalam Calonarang

Apakah Lahir "Melik" Sebuah Anugrah Yang Beresiko Kematian ? Simak Selengkapnya

Beginilah Cara Mengintip Leak Yang Sedang Rapat/Meeting Di Malam Hari

Urutan Persembahyangan Yang Benar Dalam Agama Hindu Beserta Doa/Mantranya

Benarkah Menginjak Canang/Sesajen Di Bali Bisa Celaka atau Mendapat Kesialan ?