Pahami Perasaan Dirimu Sendiri Sebelum Kamu Memahami Perasaan Orang Lain

 


Om Swastyastu semeton Pesona Taksu Bali, kali ini kita akan membahas tentang "Mawas Diri" sebelum itu jangan lupa untuk mengunjungi Instagram kami juga ya @pesona_taksubali


Dalam agama Hindu kita diajarkan untuk terlebih dahulu melihat diri kita sendiri atau mulat sarira (Mawas diri) sebelum melihat dan menilai orang lain. Hal ini kelihatannya mudah akan tetapi dalam pelaksanaannya sangat sulit dilakukan. Dalam hal ini menjadi kebiasaan banyak orang adalah lebih suka untuk menutupi kesalahannya sendiri dan lebih sering menceritakan keburukan orang lain dari pada mengoreksi dirinya sendiri. Sekalipun diri kita tahu bahwa diri kita bersalah tetapi untuk menyadari sesalahan diri kita itu adalah lebih sulit, sehingga hal itu sering dilemparkan kepada orang lain. Inilah ebiasaan yang palig buruk yang acap sekali dilakukan secara sadar atau tidak sadar. Mengapa demikian ? karena didalam diri manusia terdapat kecenderungan-kecenderungan dan dorongan hawa nafsu yang dapat menimbulkan akibat buruk pula jika kita tidak mawas diri.


Seorang memahami dirinya sendiri menanyakan kepada dirinya sendiri, dengan mengadakan investigasi objektif ke dalam diri sendiri. Semasih ia berharap memperoleh pemahaman itu dari orang lain, ia tak akan memahami dirinya sendiri secara benar-benar mendalam. Bertanya kepada diri sendiri, walaupun sepintas kelihatannya amat sederhana, ternyata bagi sementara orang tidaklah begitu mudah. Kenapa? Karena banyak sekali kecendrungan-kecendrungan internal yang tidak kondusif, yang menghalangi dan merintangi, yang semuanya mesti dilewati. Beberapa diantaranya adalah: kecendrungan untuk memuji diri sendiri yang bergantung erat dengan kecendrungan mencari alasan pembenar dan tidak berani mempersalahkan diri sendiri, kecendrungan mudah percaya dan cepat merasa puas, dan kecendrungan merasa-diri sudah seperti yang diangan-angankan.


Memahami diri sendiri merupakan salah satu kewajiban mendasar kita terhadap diri sendiri. Di dalamnya ada keinginan investigasi objektif ke dalam, yang umumnya kita kenal dengan istilah mawas-diri. Kegiatan ini bukanlah kegiatan sekali kerja, kegiatan yang bisa dirampungkan hanya dalam sehari-semalam atau setahun-dua tahun; ia merupakan kegiatan berkesinambungan, yang boleh jadi perlu dilakukan seumur hidup.


Mawas-diri secara pasti meningkatkan derajat dan memperkokoh kesadaran-diri Anda. Sebelum kita paham betul akan diri kita sendiri, apapun yang kita perbuat, betapa baikpun itu kita lakukan, itu belum kita lakukan secara optimal. Kenapa? Karena itu belum dilakukan dengan penuh kesadaran-yang di dalamya ada pengerahan segala potensi dan kapasitas yang ada.


Didalam Rg Veda 1.90 : 6-8 menyatakan bahwa : ”Untuk dia hidup menurut Rta, angin akan penuh dengan rasa manis, sungai akan mencurahkan rasa manis, pohon-pohonpun dengan rasa manis”. 


Demikianlah gambaran rasa nikmat yang tertuang dalam kitab Rg Veda diperuntukan bagi mereka yang menuruti Rta. Tetapi walaupun manusia harus tunduk pada Rta, dirinya sendiri sering menjadi penghalang untuk itu, hal ini disebabkan karena keterbatasan-keterbatasan segabai manusia seperti yang telah diucapkan dalam sloka diatas. Akibatnya seseorang tidak menjadi bahagia, karena dia tidak mampu mengendalikan dirinya dengan baik dan benar. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa Rta ini mempunyai ruang lingkup yang luas, sehingga perlu kita pahami secara seksama. Karena bentuk hukum Tuhan bersifat murni, dan bentuk hukum Tuhan ini perlu dijabarkan oleh manusia didalam penampilannya berupa amalan mausiawi yang bersifat relatif ini, sering kita sebut dengan dharma. Dharma inilah yang kemudian lebih bersifat membimbing tingkah laku manusia dalam usahanya untuk mencapai kebahagiaan hiduplahir dan bathin.


Mengawali kebiasaan-kebiasaan baru yang baik dan melepas kebiasaan-kebiasaan lama yang buruk-betapa menyenangkan itu untuk dilakukan-merupakan sebentuk tapa-brata, sebentuk laku spiritual yang melandasi yoga semadi, yang mentransformasikan seseorang yang meningkatkan martabat kemanusiaan seseorang. Dalam Yoga Sutra Patanjali ia disebut dengan Pratipaksha Bhavana.


Jadi bagaimana semeton ? Bermanfaat tidak informasi dari blog kami ? Jika bermanfaat jangan lupa untuk meninggalkan komentarnya ya terima kasih.

Via : Pesonataksubali.blogspot.com/phdi.or.id/hardisanatana.blogspot.com

Foto By : @_dw.artwork_ (ilustrasi)

#pesona_taksubali

Comments

Popular posts from this blog

Makna Asu Bang Bungkem Dalam Sejarah Upacara Caru Hindu Di Bali

Kewajiban Orang Tua Pada Anaknya Menurut Kepercayaan Agama Hindu Di Bali

Makna Mimpi Atau Primbon (Baik Dan Buruk) Menurut Agama Hindu

Bagaimanakah Ciri - Ciri Sebenarnya Dari Zaman Kali Yuga Menurut Kitab Suci Hindu ?

Pantangan Dan Persembahan Yang Wajib Diketahui Dibalik Keramatnya Kajeng Kliwon

Proses Watangan Mapendem/Mengubur Mayat Yang Bangkit Kembali Dalam Calonarang

Apakah Lahir "Melik" Sebuah Anugrah Yang Beresiko Kematian ? Simak Selengkapnya

Beginilah Cara Mengintip Leak Yang Sedang Rapat/Meeting Di Malam Hari

Urutan Persembahyangan Yang Benar Dalam Agama Hindu Beserta Doa/Mantranya

Benarkah Menginjak Canang/Sesajen Di Bali Bisa Celaka atau Mendapat Kesialan ?