Kita Seperti Orang Buta Yang Meraba Gajah Dalam Menggambarkan Keagungan Tuhan
Om Swastyastu semeton Pesona Taksu Bali, kali ini kita akan membahas tentang "Percaya Pada Tuhan" sebelum itu jangan lupa untuk mengunjungi Instagram kami juga ya @pesona_taksubali
Sebagaimana telah diuraikan bahwa pada dasarnya semua agama menyembah Tuhan Yang Satu dan Tuhan Yang Sama, karena itu Hindu juga menyembah Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana diyakini oleh semua penganut agama. Hal ini secara eksplisit tersurat dalam Veda yang menyatakan eko narayanadvityo’sti kascit artinya ‘hanya satu Tuhan tidak ada duanya’. Pernyataan lainnya dalam Veda ekam sat viprah bahuda vadanti artinya hanya satu Tuhan tetapi orang bijaksana menyebutnya dengan banyak nama’ (Sudharta dan Atmaja, 2014:5-6).
Ide dasar bahwa Hindu adalah agama menyembah Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana juga semua agama sangat jelas terdapat dalam teks-teks suci Hindu, hanyalah pada penggunaan metode untuk memahamiNya dan cara menyembahNya saja yang berbeda. Perbedaan tersebut adalah wajar dan dibenarkan oleh Tuhan. Hal tersebut sebagai wujud cinta dan kasih sayang Tuhan kepada umat manusia yang masing-masing memiliki perbedaan level pemahaman. Hal tersebut sesuai dengan sloka Bhagavadgῑtā IV.11 yang berbunyi: “dari manapun dan dengan cara apapun umat manusia datang kepada Tuhan akan diterima”.
Madrasuta (2010:17) menguraikan bahwa sekalipun Veda menyatakan Tuhan itu Satu dan hal ini dipertegas lagi dalam Upanisad, tapi karena Hindu tidak melarang umatnya untuk memuja hanya salah satu aspek, salah satu sifat, salah satu sinar (Dev) dari Tuhan, maka timbul kesan (sebagai kesalahpahaman) bahwa Hindu menyembah banyak Tuhan. Setiap agama mengajarkan untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa, namun karena Tuhan bersifat abstrak, metafisik dan transenden (paravidya), maka Tuhan tidak mudah untuk dipahami oleh setiap orang, karena itu setiap orang membutuhkan panduan seorang guru yang mapan. Hal ini sangat relevan dengan uraian pustaka Sarasamuscaya 40 dan Geguritan Sucita I.XII.40. Sarasamuscaya 40 menyatakan: "Kitab Suci takut pada orang bodoh sebab khawatir akan disalahartikan".
Kita sebagai manusia tidak dapat menggambarkan Tuhan secara utuh. Kita hanya dapat menggambarkan Tuhan seperti apa yang kita pikirkan dan untuk diri kita sendiri. Karena definisi Tuhan menurut saya akan berbeda dengan definisi Tuhan menurut anda. Namun kebenaran yang mutlak itu adalah Tuhan itu satu tunggal adanya.
Kita seperti orang buta yang meraba gajah dalam menggambarkan keagungan Tuhan. Orang buta pertama, ketika diberi kesempatan meraba gajah dan yang diraba adalah kaki gajah, maka dia akan memberikan definsi berdasarkan pengalaman indrawinya; bahwa gajah itu seperti tiang-tiang yang kokoh. Selanjutnya, orang buta kedua yang meraba telinga, maka akan mendifinisikan bahwa gajah seperti kipas yang besar. Demikian juga orang buta ketiga yang meraba ekor gajah, maka dia akan memberikan kesimpulan bahwa gajah itu seperti cambuk cemeti.
Jadi bagaimana semeton ? Bermanfaat tidak informasi dari blog kami ? Jika bermanfaat jangan lupa untuk meninggalkan komentarnya ya terima kasih
Via : Pesonataksubali.blogspot.com/hindualukta.blogspot.com/kemenag.go.id
Foto By : @_dw.artwork_ (ilustrasi)
Mantap, untuk mengingatkan apa yg pernah saya baca , tapi saya lupa sumbernya , bisa bantu ya...
ReplyDelete