Janganlah Sekali-kali Merendahkan Harga Diri Seorang Wanita Karena Wanitalah Yang Melahirkanmu
Om Swastyastu semeton Pesona Taksu Bali, kali ini kita akan membahas tentang "Wanita" sebelum itu jangan lupa untuk mengunjungi Instagram kami juga ya @pesona_taksubali
Wanita di dalam ajaran agama Hindu adalah suci dan harus di hormati. Peran wanita dalam kehidupan ini sangatlah penting, perannya sebagai istri untuk suami dan ibu untuk putra-putrinya harus melalui jalan dharma atau sesuai ajaran-ajaran agama Hindu sehingga tercapailah moksa. Kedudukan kaum wanita di dalam perkawinan, keluarga dan masyarakat pun sejajar dengan kaum laki-laki, sehingga wanita menjadikan dirinya menjadi wanita yang kuat dan tangguh dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
Berbicara soal peran wanita, ada sebuah teori yang mengatakan bahwa "di dalam sistem ekonomi patriarhkal,
kaum laki-laki mengontrol lembaga-lembaga ekonomi,
memiliki sebagian besar harta kekayaan, mengarahkan kegiatan ekonomi,
dan menentukan nilai-nilai kegiatan produktif"
(Kamla Bhasin, 1996:13).
Berangkat dari gagasan tersebut, kemudian dikaitkan dengan adanya keinginan wanita untuk meningkatkan perannya di sektor publik, tanpa dibarengi dengan upaya untuk mengurangi perannya di sektor domestik merupakan dilema yang tak kunjung berakhir. Artinya, ketika multi peran wanita diciptakan di saru sisi, sementara di sisi lain peran kulturalnya tidak dikurangi, atau setidak-tidaknya tidak diciptakan modifikasi dalam kehidupannya sebagai wanita tradisional, maka hal tersebut akan menyulitkan diri mereka sendiri.
Meskipun dalam perspektif gender wanita telah diakui kedudukannya setara dengan kaum laki-laki, namun dalam praktiknya masih banyak hambatan dan keterbatasan yang dialami kaum wanita untuk mendapatkan kesetaraan dalam arti yang sesungguhnya. Misalnya, dapat dilihat pada kasus yang dialami oleh kebanyakan wanita Bali, pada dekade terakhir ini.
Bagi wanita Bali meniti karier disektor publik tidak serta merta dapat membebaskan dirinya dari keterkungkunganya dengan tugas untuk pekerjaan di sektor domestik. Belum lagi kalangan wanita Bali, harus berkutat dengan berbagai pekerjaan kedinasan di Banjar atau Desa Adat. Hal demikian tentu membuat multi peran wanita Bali menjadi semakin kompleks.
Betapa pun kompleksnya peran wanita Bali, baik dalam posisinya sebagai anggota keluarga, krama dadya, krama banjar, dan juga sebagai krama desa, tetapi dalam sistem sosiobudaya masyarakat Bali tetap saja kalangan wanita tersubordinasi dari kaum laki-laki. Akibatnya, kaum wanita Bali, tidak mempunyai hak untuk mendapat warisan, dan tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, baik di lingkungan keluarga, krama dadya, banjar, maupun sebagai anggota krama desa.
Bukan hanya itu, jerih payah dan usaha produktif yang dilakukan para wanita Bali, dalam usahanya menyelesaikan pekerjaan sektor domestik, seperti memasak, mencuci pakaian, membersihakan rumah, melayani suami, dan anak-anak sama sekali tidak pernah diperhitungkan sebagai usaha keluarga yang memiliki nilai ekonomi. Adanya bias gender semacam itu, mengakibatkan banyak kalangan yang membuat konseptualisasi mengenai wanita/perempuan dengan pespektifnya masing-masing. Misalnya, Budianta (dalam Wiasti, 2010:25) mengatakan bahwa istilah perempuan merupakan hasil konstruksi sosial berdasarkan gagasan-gagasan mengenai "femininitas" (sifat-sifat keperempuanan) dan ''maskulinitas" (istilah yang berhubungan dengan sifat-sifat kelelakian), serta pembagian peran yang digariskan berdasarkan sistem sosiobudaya atau konstruksi gender.
Jadi bagaimana semeton ? Bermanfaat tidak informasi dari blog kami ? Jika bermanfaat jangan lupa untuk meninggalkan komentarnya ya terima kasih.
Via : Pesonataksubali.blogspot.com/Phdi.or.id
Foto By : @kakang_photoworks (ilustrasi)
Comments
Post a Comment