Peradaban Yang Membunuh Roh Menurut Ajaran Hindu

 


Om Swastyastu semeton Pesona Taksu Bali, kali ini kita akan membahas tentang "Peradaban" Sebelum itu jangan lupa untuk mengunjungi Instagram kami juga ya @pesona_taksubali


Setiap orang menginginkan kebahagiaan. Tetapi, ternyata, tidak setiap orang bisa mendapatkan kebahagiaan. Di koran-koran, banyak iklan dipasang untuk mendapatkan kebahagiaan. Agama pun menjanjikan kehidupan yang membahagiakan. Namun, dalam kenyataannya, tidak semua orang yang beragama bisa hidup berbahagia seperti yang dijanjikan oleh agama mereka. Pasti ada sesuatu yang salah dalam cara kita melakoni kehidupan dan mempraktekkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Apa kesalahan itu? Jawabannya pasti jamak. 


Salah satu diantaranya ialah: Kesalahan kita yang paling fatal ialah karena melupakan identitas diri yang sejati sebagai atma dan meminggirkan Tuhan dalam perjuangan hidup sehari-hari. Sebagai akibatnya manusia menderita dengan segala cara. Peradaban moderen yang kehilangan orientasi transendental merupakan sumber malapetaka dunia yang menyebabkan manusia tidak berbahagia dalam setiap langkahnya. Didalam Isa Upanisad, mantra 3, kenyataan tersebut dipahami melalui ungkapan atma-ha yang berarti “membunuh roh”. 


Identitas sejati makhluk hidup bukanlah badan jasmani ini, melainkan atma atau roh yang kekal. Hal ini sesuai dengan ungkapan Brhad-aranyaka Upanisad 1.4.10 sebagai berikut: aham brahma-asmi. Bhagavad-gita 2.30. juga menyebutkan ide yang sama: dehi nityyam avadhyo ‘yam, artinya, dia yang tinggal didalam badan tidak dapat dibunuh. Katha Upanisad 1.2.7 menyebutkan sifat roh yang rahasia dan tidak dapat dimengerti, walaupun orang telah mendengar tentangnya. Pada umumnya, kitab-kitab upanisad menyetujui bahwa sang roh adalah kekal (nityasyoktah saririnah) dan badan jasmani dapat dimusnahkan sesudah beberapa waktu (antavanta ime dehah). Jadi, semuanya setuju, bahwa identitas kita yang sejati adalah roh yang kekal abadi dan, bukan badan jasmani ini.


Menurut prinsip-prinsip punarbhawa (punarjanma) sang roh diikat oleh hukum tumimbal lahir. Dalam Garuda Purana dijelaskan, ada 8.400.000 (delapan juta empat ratus ribu) jenis kehidupan di alam semesta ini, dan sang roh harus “mengembara” melalui semua jenis kehidupan tersebut. Khususnya untuk mencapai jenis kehidupan yang sempurna sebagai manusia, sang roh harus “mengembara” dalam waktu yang cukup lama. Jenis kehidupan manusia adalah kedudukan tertinggi diantara makhluk hidup ciptaan Tuhan. Karena itu disadari, kelahiran menjadi manusia adalah berkah yang maha tinggi dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Bahkan Sarasamuccaya menyatakan, kelahiran sebagai manusia adalah tangga menuju surga. Dengan demikian, tidak berlebihan, apabila kelahiran sebagai manusia, juga dinyatakan dengan ungkapan ini: “manusyam sarvatha tata durlabham" yang artinya, sangat sukar diperoleh.


Hanya manusia yang dilengkapi dengan fasilitas intelek untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan berpikir rasional. Demikian juga hanya manusia yang diberikan agama. Tidak ada makhluk lain di muka bumi ini yang beragama selain manusia. Manusia juga memiliki alat penerima wahyu atau super sensori perseption yang disebut intuisi, dengan alat mana manusia dapat menginsyapi keberadaan Tuhan Yang Maha Kuasa. 


Kelebihan atau keistimewaan manusia, diuraikan dalam sloka Hitopadesa, yang Juga dikutip oleh Chanakya Pandit secara utuh dalam karyanya Nitisastra, sebagai berikut: ahara nidra bhaya maithunam ca, samanyan etat pasubhih naranam, dharmo hi adhiko wiseso, dharmena hinah pasubhih samanyam, artinya, makan, tidur, berketurunan dan membela diri adalah empat persamaan manusia dengan binatang. Kelebihan manusia ialah karena ia dapat mengerti dharma. Karena itu, jika manusia tanpa dharma, maka kehidupannya akan jatuh ke dalam taraf kehidupan binatang. 


Dalam kitab-kitab Purana, dunia ini kadang-kadang diumpamakan sebagai lautan. Badan manusia sebagai kapal yang kuat yang dirancang khusus untuk menyeberangi lautan tersebut. Kitab suci Veda dan para acarya atau guru-guru yang suci, diumpamakan sebagai nahkoda yang ahli, dan fasilitas-fasilitas dari badan manusia diumpamakan sebagai angin-angin yang baik, yang membantu kapal untuk menyeberangi samudera kehidupan menuju pantai tujuan: moksa. Dengan segala fasilitas tersebut, kalau seseorang tidak menggunakan kehidupannya dengan sepenuhnya demi keinsafan diri, maka dia harus dianggap atma-ha yakni seorang pembunuh roh.


Dengan kata lain, seorang atma-ha berarti ia yang melupakan identitas dirinya yang sejati sebagai roh yang kekal abadi, atau sebaliknya menyamakan diri dengan badan jasmani. Dalam kedudukan seperti ini manusia terjebak kedalam empat kegiatan yang juga dilakukan oleh makhluk hidup lain, yaitu: makan, tidur, berketurunan dan membela diri. Binatang seperti babi, kucing, anjing, kambing, dan sebagainya, juga melakukan kegiatan yang sama. Karena itu, jika manusia hidup tanpa dharma, tanpa kebajikan, tanpa etika dan moral, maka kehidupannya yang istimewa sebagai makhluk utama ciptaan Tuhan akan jatuh pada taraf kehidupan binatang. Proses menuju ke dasar kehinaan inilah yang harus dipahami sebagai atma-ha, tindakan membunuh roh. 


Jadi bagaimana semeton ? Bermanfaat tidak informasi dari blog kami ? Jika bermanfaat jangan lupa untuk meninggalkan komentarnya ya terima kasih.

Via : Pesonataksubali.blogspot.com/hindualukta.blogspot.com

Foto By : hindualukta.com

#pesona_taksubali

Comments

Popular posts from this blog

Makna Asu Bang Bungkem Dalam Sejarah Upacara Caru Hindu Di Bali

Kewajiban Orang Tua Pada Anaknya Menurut Kepercayaan Agama Hindu Di Bali

Makna Mimpi Atau Primbon (Baik Dan Buruk) Menurut Agama Hindu

Bagaimanakah Ciri - Ciri Sebenarnya Dari Zaman Kali Yuga Menurut Kitab Suci Hindu ?

Pantangan Dan Persembahan Yang Wajib Diketahui Dibalik Keramatnya Kajeng Kliwon

Proses Watangan Mapendem/Mengubur Mayat Yang Bangkit Kembali Dalam Calonarang

Apakah Lahir "Melik" Sebuah Anugrah Yang Beresiko Kematian ? Simak Selengkapnya

Urutan Persembahyangan Yang Benar Dalam Agama Hindu Beserta Doa/Mantranya

Beginilah Cara Mengintip Leak Yang Sedang Rapat/Meeting Di Malam Hari

Benarkah Menginjak Canang/Sesajen Di Bali Bisa Celaka atau Mendapat Kesialan ?