Pengertian Diksa dan Tugas Wiku Atau Sulinggih

 


Om Swastyastu semeton Pesona Taksu Bali, kali ini kita akan membahas tentang "Pengertian Diksa" Sebelum itu jangan lupa untuk mengunjungi Instagram kami juga ya @pesona_taksubali


Diksa (atau juga disebut dengan "divya jnyana") adalah upacara untuk dapat menerima sinar suci ilmu pengetahuan yang berfungsi untuk melenyapkan kegelapan pikiran agar mencapai kesempurnaan yang merupakan salah satu bagian dari saptangga dharma yaitu dengan cara menjalankan upacara inisiasi agar dapat menunggalkan diri dengan Tuhan. Di Bali, proses inisiasi ini dilakukan dengan cara seda raga untuk mengetahui jalan ke nirwana / swah loka sehingga bila jadi Sulinggih, nanti bisa menuntun atma-atma yang diupacarai dalam prosesi upacara Pitra Yadnya.


Kata diksa dalam kutipan berita di Bali Post, "Makna Tatwa Upacara Atma Wedana", diksa disebutkan berasal dari bahasa sansekerta dari akar kata ''di'' dan ''ksa''. ''Di'' artinya divya Jnyana atau sinar ilmu pengetahuan, sedangkan ''ksa'' artinya ksaya atau melenyapkan, menghilangkan. 


Dengan demikian ''diksa'' artinya divya jnana atau sinar suci ilmu pengetahuan yang melenyapkan kegelapan atau kebodohan itu, demikian dijelaskan 

Dalam sesana pinandita disebutkan bahwa mediksa sebagai suatu upacara umat Hindu dipimpin oleh seorang pedande nabe untuk meningkatkan kesucian diri guna mencapai kesempurnaan, karena lewat kesucian diri itulah manusia dapat berhubungan dengan sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa.


Ia yang sudah menjalani adiksa disebut diksita, artinya ia sudah menjadi murid dalam melaksanakan punyucian. Nama lain untuk pengertian Diksa adalah mapodgala, mabersih, masuci, madwijati dan malinggih. Kelahiran yang pertama ialah ketika ia lahir dari sang ibu, jadi lahir sacara fisik. Sedangkan kelahiran kedua kalinya, ia lahir secara rohaniah dan setelah didiksa ia menjadi Wiku / Pandita yang bertugas melaksanakan kependitaan.


Upacara pentasbihannya disebut Diksikabrata samskara. Beliau yang memberikan samskara (memberikan inisiasi) disebut Andiksani (Nabé) yang lebih tua dari muridnya. Beliau bertanggung jawab atas kepatuhan dan perilaku muridnya.


Dalam Sasana Kawikon, ada beberapa aturan, bahwa seorang Wiku belum boleh dijadikan Andiksani (Nabe), antara lain, jika:

1. Seorang Wiku yang belum ngalinggihang Weda (untuk Wiku Siwa disebut belum mapulang Lingga; untuk Wiku Buddha disebut belum ngalinggihang Puja Agung).

2. Wiku yang tidak melaksanakan lokapalasraya (mapuja dimana saja dan kapan saja atas permintaan masyarakat).

3. Wiku yang terkena kasepungan, sehingga beliau harus melakukan tirthayatra, membersihkan diri lahir / bathin, agar beliau bersih kembali seperti sediakala.


Kasepungan artinya, mungkin beliau pernah melakukan kesalahan secara fisik maupun perilaku yang melanggar disiplin Kawikon. Matirtayatra artinya melakukan perjalanan suci ke suatu tempat suci (gunung, danau, mata air, pinggir laut, Pura), di sana mengaturkan puja untuk memperoleh tirtha.


Tirtayatra berbeda dengan tirtagamana. Tirtagamana ini juga melakukan perjalanan suci guna memperoleh tirtha untuk pembersihan diri, tetapi setelah memperoleh tirtha, ia akan kembali ke tempatnya semula. Sedangkan tirtayatra, setelah memperoleh tirtha ia tidak kembali ke tempat asalnya semula. Kata Yatra berasal dari bahasa Sanskerta, yang artinya keberangkatan, perjalanan, ekspedisi, berziarah. Jadi Tirtayatra ialah perjalanan yang tidak akan kembali lagi ketempatnya semula.


Hubungan antara adiksani dengan adiksa, Nabe dengan muridnya, sangat penting. Hubungan ini dalam lontar Silakrama, seperangkat norma dan tatasusila, disebut asewaka guru / Silakramaning aguron-guron. Lontar Silakrama ini mengatur hubungan antara Adiksa dan Andiksani (Nabé). Hubungan antaraAdiksa (murid) dan Andiksani (Nabe') sangat erat; tidak hanya sebagai bapak dan anak, tetapi lebih dari pada itu.


Sebab ketika Adiksa menerima anugrah dari Nabé, Adiksa dengan tulus menerimanya. Ini dibuktikan, ketika adiksa menjalankanpadiksaan, salah satu proses yang utama ialah, murid itu menjilat jempol ibu jari kaki kiri Nab é. Kemudian Nabé menekankan jempol kaki kirinya di atas ubun-ubun kepala adiksa sebanyak tiga kali sambil mengucapkan mantram. Proses ini disebut napak. Arti upacara tersebut ialah, bahwa adiksa memohon menerima dengan tulus / ikhlas menerima anugrah Nabé, sedangkan Nabé, menerima permohonan adiksa sebagai muridnya dan bertanggung jawab atas keselamatan dan keberhasilan muridnya sebagai Wiku.


Untuk ini semua, adiksa senantiasa memohon nasihat-nasihat palungguh Nabe', apabila ia memerlukannya, seperti tentang seluk-beluk lafal puja dan maksudnya, jenis-jenis bebanten yang diharuskan dalam upacara tertentu dan yang boleh digantikan dengan jenis bebanten yang lainnya, hubungan upacara tertentu dalam hari / bulan / waktu dan hal“ hal yang lainnya.


Mengenai waktunya adalah : pagi, siang, dan sore hari. Maka dari itulah sang diksita atau wiku tidak kena cuntaka dan juga tidak nyuntakain (kecuali wiku wanita yang sedang dalam keadaan Haid). 


Didalam yajur weda XX, 25 juga diuraikan tentang kesucian diksa yaitu :


Dengan melaksanakan brata seseorang akan memperoleh diksa :


• Dalam tingkatan Dwijati yang dari padanya diharapkan mulai mematuhi segala peraturan kebrahmanaan.

• Dengan melakukan diksa, seseorang akan memperoleh daksina, pendapatan yang suci karena didapatkan dari perbuatan yang suci dan terhormat;


Disebutkan pula beberapa makna diksa :

• Sebagai salah satu bagian dalam menguatkan iman atau sraddha, (diksa; sembahyang).

• Menjaga tegaknya kelestarian ibu pertiwi, (diksa; Tri Sadhaka).


Sebagai pedoman pelaksanaan diksa dalam babad bali disebutkan syarat untuk dapat disucikan (didiksa) yaitu :

• Laki- laki yang sudah kawin dan yang nyukla Brahmacari.

• Wanita yang sudah kawin dan yang tidak kawin (kanya).

• Pasangan suami istri.

• Umur minimal 40 tahun.

• Paham dalam bahasa Kawi. Bahasa Sanskerta, Bahasa Indonesia, memiliki pengetahuan umum, pendalaman intisari ajaran - ajaran agama.

•Sehat lahir batin dan berbudi luhur sesuai dengan sesana.

• Berkelakuan baik, tidak pernah tersangkut perkara pidana.

• Mendapat tanda kesediaan dari pendeta calon Nabenya yang akan menyucikan.

• Sebaiknya tidak terikat akan pekerjaan sebagai pegawai negeri ataupun swasta kecuali bertugas untuk hal keagamaan. 


Jadi bagaimana semeton ? Bermanfaat tidak informasi dari blog kami ? Jika bermanfaat jangan lupa untuk meninggalkan komentarnya ya terima kasih.

Via : pesonataksubali.blogspot.com/hindualukta.blogspot.com/sejarahharirayahindu.blogspot.com

Foto By : musikterbaruaje.com

#pesona_taksubali

Comments

Popular posts from this blog

Makna Asu Bang Bungkem Dalam Sejarah Upacara Caru Hindu Di Bali

Kewajiban Orang Tua Pada Anaknya Menurut Kepercayaan Agama Hindu Di Bali

Makna Mimpi Atau Primbon (Baik Dan Buruk) Menurut Agama Hindu

Bagaimanakah Ciri - Ciri Sebenarnya Dari Zaman Kali Yuga Menurut Kitab Suci Hindu ?

Pantangan Dan Persembahan Yang Wajib Diketahui Dibalik Keramatnya Kajeng Kliwon

Proses Watangan Mapendem/Mengubur Mayat Yang Bangkit Kembali Dalam Calonarang

Apakah Lahir "Melik" Sebuah Anugrah Yang Beresiko Kematian ? Simak Selengkapnya

Beginilah Cara Mengintip Leak Yang Sedang Rapat/Meeting Di Malam Hari

Urutan Persembahyangan Yang Benar Dalam Agama Hindu Beserta Doa/Mantranya

Benarkah Menginjak Canang/Sesajen Di Bali Bisa Celaka atau Mendapat Kesialan ?