Manusa Yajna Tidak Sebatas Upacara Sarira Samskara Saja

 


Om Swastyastu semeton Pesona Taksu Bali, kali ini kita akan membahas tentang "Manusa Yajna" Sebelum itu jangan lupa untuk mengunjungi Instagram kami juga ya @pesona_taksubali


Bhakti Marga Yoga adalah menyalurkan atau mencurahkan cinta yang tulus dan luhur kepada Tuhan Yang Maha Esa, kesetiaan kepada-Nya, pelayanan, perhatian yang sungguh-sungguh untuk memujaNya. Bhakti mempunyai pengertian jauh lebih luas dibandingkan dengan persembahyangan. Bhakti merupakan landasan filsafat melalui cinta kasih yang tulus dan pengabdian yang tinggi kepada Tuhan Yang Maha Esa atau sebagai menifestasiNya atau IstadewataNya.


Bhakti Marga Yoga yang dilaksanakan masyarakat lebih sering dikonotasikan sebagai kegiatan ritual dan persembhayangan. Melalui serentetan upacara Sarira Samskara atau Manusa Yajna masyarakat meyakini dirinya sudah melaksanakan bhaktinya kepada Tuhan. Manusa Yajna yang dipahami masyarakat secara tradisi lebih bersifat eksoterik dalam artian mencari kebahagiaan di luar dirinya. Hal ini teraktualisasikan dalam bentuk kegiatan religi masyarakat dimana segala sesuatu yang terjadi pada manusia diyakini disebabkan oleh hal-hal yang berada di luar dirinya, sehingga melakukan upacara seperti bayuh oton, melukat, dijadikan sebuah solusi untuk mengatasi persoalan-persoalan kemanusiaan. 


Sedangkan secara nyata umat menganggap persoalannya sudah selesai dengan melakukan upacara tersebut tanpa mencari penyebab secara nyata terjadinya persoalan yang dialami. Hal ini disebabkan Manusa Yajna lebih banyak hadir dalam rangkaian kegiatan sarira samskara penyucian diri lewat ritual. Sedangkan peningkatan kualitas diri, membangkitkan kesadaran Tuhan dalam diri sering terabaikan yang merupakan nilai inti dari Manusa Yajna.


Melalui ritual menusia mengungkapan rasa bhakti kepada Tuhan yang dipujanya. Oleh karena itu Manusa Yajna semata-mata dipahami sebagai rangkaian kewajiban ritual untuk mengungkapkan rasa bhakti kepada Tuhan dan memohon karunia penyucian diriNya. Melalui serangkaian transformasi Manusa Yajna, maka pelaksanaan Bhakti Marga Yoga tersebut sesungguhnya dapat mengalami penguatan bahwa untuk menunjukkan bhakti kepada Tuhan, maka ritual dan banten bukanlah satu-satunya.


Terjadinya transformasi sistem nilai Manusa Yajna menjadikan pelaksanaan Bhakti Marga Yoga mengalami pengutan oleh karena aktivitas Bhakti Marga Yoga tidak lagi dimaknai sebatas ritual dan persembahyangan, tetapi bhakti kepada Tuhan juga bisa diekspresikan melalui berbagai bentuk. Salah satunya adalah bhakti yang dilakukan dengan cara menyayangi putra-putri dengan baik melalui memberikan pendidikan yang cukup, agar menjadi anak yang suputra dan dapat diandalkan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Untuk memohon waranugraha Ida Sang Hyang Widhi, agar seorang anak dapat tumbuh menjadi anak suputra dan menjadi manusia suguna, tidak cukup hanya dengan melakukan ritual Manusa Yajna, seperti magedong-gedongan, nutug kambuhan, mapetik, nelubulanin, ngeraja swala, metatah, pawiwahan, dan lain-lain.


Dengan sumber pedoman kepustakaan disebutkan seperti berikut ini :

• Manusa Yadnya, oleh : Agung, Anak Agung Ngurah Gde, Majelis Pembina Lembaga Adat Prov. Bali (1985 / 1986).

• Pedoman Praktis Pokok-Pokok Pelaksanaan Upacara Manusa Yadnya, oleh : Dkk, Rai, Hanuman Sakti (1994).

• Agama Hindu, Puja, Gde, Mayasari (1984).

• Upacara Manusa Yadnya, Putra, Ny. IGA Mas, IHD Denpasar.

• Panca Yadnya, Putra, Ny. IGA Mas, Yayasan Dharma Sarathi, (1988).

• Panca Sradha, Punyatmaja, IB Oka, Yayasan Dharma Sarathi, (1989)

• Weda Walaka, Titib, I Made, PT Dharma Nusantara Bahagia.


Sebagai bagian dari Panca Yadnya disebutkan pula beberapa upacara manusa yadnya seperti berikut ini,


• Ngerujaki, dilaksanakan saat ngidam supaya benih atau janin dalam kandungan kuat atau selamat.

• Pegedong-gedongan, dilakukan saat kehamilan berumur 175 hari ( 6 bulan kalender). Upacara pertama sejak tercipta sebagai manusia.

• Bayi Lahir, upacara angayu bagia atas kelahiran. Perawatan terhadap ari-ari si bayi.

• Puja kehadapan ibu pertiwi dalam pelaksanaan upacara manusa yadnya di Bali disebutkan sebagai permakluman dan ijin untuk menanam ari-ari dan senantiasa si bayi diberikan perlindungan.

• Kepus Puser, bayi mulai diasuh Hyang Kumara.

• Ngelepas Hawon atau upacara panglepas awon dilaksanakan pada bayi berumur 12 hari.

Kambuhan, upacara bulan pitung dina (42 hari), perkenalan pertama memasukkan tempat suci pemrajan.

• Nelu Bulanin / Nyambutin, upacara tiga bulanan (105 hari), penekanannya agar jiwatma sang bayi benar-benar berada pada raganya.

• Otonan (Oton Tuwun), upacara saat pertama bayi menginjakan kakinya pada Ibu Pertiwi (210 hari).

• Tumbuh Gigi, upacara mohon berkah kepada Hyang Widhi agar gigi si bayi tumbuh dengan baik.

• Meketus, si anak sudah tidak lagi diasuh Hyang Kumara (tidak lagi mebanten di pelangkiran Hyang Kumara)

• Menek Kelih atau munggah daha / raja sewala, upacara menginjak dewasa, saat-saat merasakan getaran asmara.

• Potong Gigi/metatah, simbolis pengendalian Sad Ripu.

• Upacara Perkawinan,  


Jadi bagaimana semeton ? Bermanfaat tidak informasi dari blog kami ? Jika bermanfaat jangan lupa untuk meninggalkan komentarnya ya terima kasih.

Via : pesonataksubali.blogspot.com/phdi.or.id/sejarahharirayahindu.blogspot

Foto By : republika.com

#pesona_taksubali

Comments

Popular posts from this blog

Makna Asu Bang Bungkem Dalam Sejarah Upacara Caru Hindu Di Bali

Kewajiban Orang Tua Pada Anaknya Menurut Kepercayaan Agama Hindu Di Bali

Makna Mimpi Atau Primbon (Baik Dan Buruk) Menurut Agama Hindu

Bagaimanakah Ciri - Ciri Sebenarnya Dari Zaman Kali Yuga Menurut Kitab Suci Hindu ?

Pantangan Dan Persembahan Yang Wajib Diketahui Dibalik Keramatnya Kajeng Kliwon

Proses Watangan Mapendem/Mengubur Mayat Yang Bangkit Kembali Dalam Calonarang

Apakah Lahir "Melik" Sebuah Anugrah Yang Beresiko Kematian ? Simak Selengkapnya

Urutan Persembahyangan Yang Benar Dalam Agama Hindu Beserta Doa/Mantranya

Beginilah Cara Mengintip Leak Yang Sedang Rapat/Meeting Di Malam Hari

Benarkah Menginjak Canang/Sesajen Di Bali Bisa Celaka atau Mendapat Kesialan ?