Inilah Fungsi Tirta Penglukatan di Masa Pandemi Covid 19
Om Swastyastu semeton Pesona Taksu Bali, kali ini kita akan membahas tentang "Fungsi Tirta Penglukatan" sebelum itu jangan lupa untuk mengunjungi Instagram kami juga ya @pesona_taksubali
Hal sederhana yang dapat dipahami dari lontar Paniti Agama Tirtha dan lontar Agama Tirtha merujuk eksistensi tirta sebagai air suci, membersihkan, dan tirta adalah kehidupan. Secara praksis, sudah lumrah menjadi bagian dari prosesi penyucian diri umat Hindu untuk "melukat" dengan cara membasuh diri atau mandi dengan tirta penglukatan/panglukatan.
Sumber air suci penglukatan bisa dari alam, seperti pancuran, mata air kelebutan-bulakan, campuan-loloan ‘pertemuan dua atau lebih aliran sungai dan pada muara di pantai atau dari griya hunian orang suci. Tirta penglukatan ini juga bisa dipercikan oleh seorang pemangku sebagai bagian dani ritus penyucian sarana prasarana upacara dan prosesi persiapan persembahyangan di tempat suci.
Dalam perspektif religius, Tirta Penglukatan menjadi stana Dewa Ganesha, dewa penghalau segala halangan, rintangan dan mara bahaya. Tujuan penggunaannya adalah untuk menghapuskan segala hambatan dalam pendakian spiritual menuju kesucian Ida Sang Hvang Widhi Wasa. Di samping Tirta Penglukatan dikenal juga adanya Tirta Pabersihan dan Dewa Siwa diyakini berstana didalamnya.
Secara fungsional Tirta Penglukatan ini menarik disandingkan keberadaannya saat pandemi ini. Keberadaannya yang wajib tersedia untuk membersihkan sisi ruang bathin dalam konteks penyucian diri, menjadi lengkap dengan tambahan salah satu prokes tempat cuci tangan yang juga wajib disediakan untuk menghadapi pandemi Covid-19 saat ini. Dengan demikian, wadah air suci penglukatan dengan wadah cuci tangan prokes, menjadi oposisi biner ‘dua hal berbeda yang saling melengkapi yakni antara pembersihan ruang bathin sebagai sisi badan yang tidak tampak dengan cara membersihkan badan lahiriah yang tampak.
Demikian halnya prokes cuci tangan menjadi sarana membersihkan badan lahiriah yang tampak dengan tujuan membersihkan diri dari aspek virus yang tidak kasat mata.
Kalau dilihat dari penggunaannya pada persembahyangan agama Hindu sehari-hari, tirta dapat dibedakan menjadi tiga jenis diantanya:
1. Tirtha Kundalini yaitu tirta yang dipercikan ke badan sebanyak tiga kali ketika persembahyangan.
2. Tirtha Kamandalu yaitu tirta yang diminum.
3. Tirtha Pawitra Jati yaitu tirta yang diraup ke muka atau kepala sebanyak tiga kali.
Jika kita perhatikan dalam kaitanya dengan Panca Yajna, maka jenis-jenis tirta dapat dibedakan menjadi enam macam yaitu:
1. Tirta pembersihan yaitu air suci yang digunakan untuk mensucikan atau membersikan sarana (bebanten) upakara dan diri manusia sebelum melakukan persembahyangan. Pada umumnya di pura-pura tirtah pembersihan diletakkan di depan pintu masuk atau di dekat tempat dupa dan sentang.
2. Tirta pengelukatan yaitu air suci yang fungsinya digunakan pada penglukatan atau pensucian alat upacara, bangunan atau diri manusia. Selain itu tirtha ini, biasanya dipergunakan untuk mensucikan canang dan banten dengan cara percikan tiga kali. Tirta ini pada umumnya di dapat dari para pandita dan telah di pasupati.
3. Tirta Wangsuhpada juga disebut dengan banyun cokor atau kekuluh yaitu jenis tirta yang digunakan pada akhir persembahyangan. Tirta ini sebagai simbol sembah dan bhakti kita kepada Tuhan agar diberikan anugra berupa air suci kebahagian.
4. Tirta Pemanah yaitu yaitu jenis tirta yang digunakan pada saat memandikan jenazah. Tirta ini diperoleh dari air suci pada saat upakara Ngening.
5. Tirta Penembak yaitu jenis tirta air suci yang digunakan saat memandikan jenazah yang maknanya mensucikan badan jenazah secara lahir dan batin.
6. Tirta Pengentas yaitu tirta yang fungsinya untuk memutuskan hubungan roh orang yang meninggal dengan badannya agar cepat melupakan keduniawian. Tirta ini merupakan penentu utama berhasilnya suatu upacara ngaben. Tirta Pengentas pada umumnya dibuat oleh sulinggih.
Wadah Tirta Penglukatan dengan wadah prokes cuci tangan sekarang menjadi dua sarana yang wajib ada melengkapi sebuah fasilitas bangunan pemujaan. Dengan demikian perlu pemikiran desain agar tetap harmonis dengan lingkungan arsitektural yang telah ada disekitarnya. Desain kedua sarana penting tersebut akan menjadi satu kesatuan dengan karya arsitektur bangunan suci pura, bangunan hunian, maupun fasilitas komunal lainnya.
Jadi bagaimana semeton ? Bermanfaat tidak informasi dari blog kami ? Jika bermanfaat jangan lupa untuk meninggalkan komentarnya ya terima kasih.
Via : Pesonataksubali.blogspot.com/hindualukta.blogspot.com/mutiarahindu.com
Foto By : Hindu Alukta
Comments
Post a Comment