Sampah Upakara Yadnya Itu Merupakan Berkah atau Musibah ?
Om Swastyastu semeton Pesona Taksu Bali, kali ini kita akan membahas tentang "Sampah Upakara" Sebelum itu jangan lupa untuk mengunjungi Instagram kami juga ya @pesona_taksubali.
Sampah upakara yadnya (menggambarkan sisi terang dan gelap keberagamaan umat Hindu. Sisi terangnya, sampah itu berkah karena menandai intensitas kesadaran dan kegiatan keagamaan. Semakin banyak sampah upakara yadnya, semakin tinggi kesadaran keagamaan, dan semakin banyak kegiatan keagamaan. Sisi gelapnya, bila kesadaran keagamaan tidak disertai kesadaran lingkungan sehingga sampah upakara yadnya menjadi musibah, entah malapetaka moral ataupun bencana alam.
Sampah itu barang yang tidak terpakai lagi, barang yang dibuang. Disebut ‘barang’ karena sampah itu suatu produk, hasil kegiatan. Setiap orang memproduki sampah setiap saat, baik melalui pikiran, ucapan, maupun perbuatan, seperti Bhagawadgita III.5 melukiskannya. “Walaupun untuk sesaat tidak seorang pun mampu untuk tidak berbuat karena setiap manusia dibuat tidak berdaya oleh hukum alam yang memaksanya bertindak”. Sampah pikiran misalnya, berupa kesesatan pandangan dan pendapat dapat dibersihkan dengan debat dan diskusi. Sampah ucapan, berupa dusta dan bohong dapat dibersihkan dengan kesetiaan dan kejujuran. Sampah perbuatan, berupa salah dan dosa dapat dibersihkan dengan pengampunan melalui kebenaran dan kebaikan. Bersih memang indah.
Ketua Trash Hero Indonesia Wayan Aksara menyebutkan, persoalan yang masih menghantui adalah sampah usai upakara di pura-pura, baik di tingkat Pura Desa sampai di Pura Kahyangan Jagat. Menyikapi ini dibutuhkan kesadaran bersama yang didorong tekad dan konsistensi baik dari pihak pangemong pura dan warga yang menghaturkan sesajen.
Senada itu, pegiat lingkungan asal Desa Ketewel yang tergabung dalam Kopling Ketewel, Sukawati, Wayan Puja juga berharap hal yang sama. Dikatakannya, meski kesadaran akan lingkungan sudah mulai tumbuh di kalangan anak muda, namun tinkat kesadaran secara luas masih harus ditingkatkan. Dengan munculnya, banyak komunitas lingkungan yang dipelopori anak muda dan kegiatannya berjalan konsisten diharnya, menjadi motivator. Walau demikian, diharapkannya pemerintah bias memberikan support kepada komunitas lingkungan ini. “Dukungannya bukan financial, namun pengakuan atas komunitas dan disertakan dalam kegiatan yang berbau lingkungan,” harapnya.
Yang membuatnya prihatin adalah, justru sampah di setiap upacara keagamaan, sampah plastic masih banyak. Sampah ini baik dari pedagang di sekitar pura adat dari pemedek. Harapan agar pemedek dan pedagang tidak membawa atau mengenakan plastic sebagai pembungkus, belum bias diterapkan sepenuhnya. “Yang kita harapkan saat ini, bukan lagi memperbanyak tempat sampah atau memperluas TPA, namun adalah pengelolaan sampahnya. Mengolah sampah dengan mandiri, adalah jawaban dari persoalan sampah ini,” ujarnya.
Indah-yang-sempurna itulah sundaram. Perpaduannnya dengan satyam, benar-yang-sempurna dan siwarn, baik-yang-sempurna menjadi parisudha, kesucian-yang-sempurna. Dalam kehidupan beragama menjadi tri kaya parisudha, itu landasan dan cita-cita moral agama Hindu, Susila. Inilah teladan bersama, baik yang melintas di sepanjang jalan pengetahuan, perbuatan, pelayanan, maupun pengasingan diri. Hanya saja patut disadari dalam yang-suci tersimpan dan tersembunyi pula yang-tidak-suci. Perhatikanlah kesucian setanding Canang Sari atau upakara yadnya lainnya! Sebelum dan sesudah digunakan, upakara yadnya menyisakan dan menjadi sampah, seperti tampak pada upacara yadnya di rumah tangga dan pura. Begitulah sampah upakara yadnya di pulau seribu pura, bila tidak sungguh-sungguh menanganinya lebih menjadi musibah daripada berkah.
Jadi bagaimana semeton ? Bermanfaat tidak informasi dari blog kami ? Jika bermanfaat jangan lupa untuk meninggalkan komentarnya ya terima kasih.
Via : pesonataksubali.blogspot.com/phdi.or.id/balitribune.co.id
Foto By : Google Site
Comments
Post a Comment