Pengertian Gratifikasi Menurut Perspektif Hindu


Om Swastyastu semeton Pesona Taksu Bali, kali ini kita akan membahas tentang "Gratifikasi" Sebelum itu jangan lupa untuk mengunjungi Instagram kami juga ya @pesona_taksubali.


Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001


Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.


Pengecualian:

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) :

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Tujuan hidup umat Hindu adalah "Moksartham Jagadhita ya ca iti dharmah" (mencapai jagadhita dan moksa, dengan kata lain mencapai kebebasan jiwatman atau kebahagiaan rohani yang kekal). Dalam kehidupan manusia, agama Hindu memiliki konsep jenjang kehidupan yang jelas dan telah tersusun secara sistematis dalam Catur Asrama. Catur Asrama adalah empat jenjang kehidupan yang harus dijalani untuk mencapai moksa, atau empat tingkatan hidup manusia atas dasar keharmonisan hidup. Di tiap-tiap tingkat ini, kehidupan manusia diwarnai oleh tugas dan kewajiban yang berbeda antara satu masa dan masa lainnya, tetapi semuanya merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan. 


Keempat tingkat tersebut yakni: Brahmacari, Grehasta, Wanaprasta, dan Sanyasin, yang tujuannya masing-masing berbeda. Brahmacari tujuannya adalah darma: Grehasta tujuannya adalah darma. arta, dan kama: Wanaprasta tujuannya adalah darma, sedangkan Bhiksuka/ Sanyasin tujuannya adalah moksa. 


Dalam ajaran Hindu, darma adalah ajaran kebenaran, pandangan hidup, atau tuntunan hidup manusia. Sementara itu. arta merupakan materi sebagai penopang kehidupan: sedangkan kama adalah keinginan: dan moksa bersatunya sang diri atau jiwatman dengan Paramaatman. 


Jadi, jelas bahwa dalam hidupnya manusia selalu memerlukan arta dan karma. Namun, dalam memenuhi kebutuhan akan arta dan kama, manusia harus berdasarkan darma, Bukan ahamkara. Pembangkitan kesadaran bahwa kita Merupakan salah satu bagian dari esensi dunia ini merupakan hal yang harus dicapai agar pikiran dapat terbuka menyadari hakikat sang diri. Harapan tersebut dapat terwujud dengan Mengimplementasikan ajaran darma. 


Dalam pustaka suci Hindu, telah disebutkan bahwa menjelma menjadi manusia Merupakan suatu keberuntungan dan hal yang utama Dengan manas atau p kiran yang dimiliki, maka manusia dapat Menolong dinnya sendin dari keadaan samsara dengan jalan subha karma yaitu berkarma/berbuat yang baik. Kesadaran akan mampu meluruskan pikiran yang selalu hanya mementingkan kehidupan duniawi. 


Dalam Sarasamuccaya (8) disebutkan: 


Manusyam durlabham prapya vidyullasita cancalam, bhavakuayem atia kaya bhavopakaraoesu ca. 


Artinya :


"Menjelma menjadi manusia itu sebentar sifatnya, tidak berbeda dengan kedipan petir, sungguh sulit (didapat), karenanya pergunakanlah penjelmaan itu untuk melaksanakan darma yang menyebabkan musnahnya penderitaan. Sorgalah pahalanya."


Jelas sekali dikatakan oleh Sarasamuccaya bahwa umat Hindu hendaknya mencari arta dan kama berdasarkan darma. Mendapat arta dan kama dari perbuatan yang menyimpang dari darma maka tidak ada manfaatnya bagi kehidupan. Contohnya, mencari arta dari korupsi, gratifikasi, dan sebagainya. Perilaku korupsi adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan Karma yang dilarang oleh ajaran Hindu, dan akan membawa pelakunya pada penderitaan. Inilah konsep hukum karma dalam Hindu.


Peraturan Negara yang Mengatur Gratifikasi :


Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi :

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,


Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi :

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK


Jadi bagaimana semeton ? Bermanfaat tidak informasi dari blog kami ? Jika bermanfaat jangan lupa untuk meninggalkan komentarnya ya terima kasih.

Via : pesonataksubali.blogspot.com/mutiarahindu.com/kpk.go.id

Foto By : Rangkuman Google

#pesona_taksubali

Comments

Popular posts from this blog

Makna Asu Bang Bungkem Dalam Sejarah Upacara Caru Hindu Di Bali

Kewajiban Orang Tua Pada Anaknya Menurut Kepercayaan Agama Hindu Di Bali

Makna Mimpi Atau Primbon (Baik Dan Buruk) Menurut Agama Hindu

Bagaimanakah Ciri - Ciri Sebenarnya Dari Zaman Kali Yuga Menurut Kitab Suci Hindu ?

Pantangan Dan Persembahan Yang Wajib Diketahui Dibalik Keramatnya Kajeng Kliwon

Proses Watangan Mapendem/Mengubur Mayat Yang Bangkit Kembali Dalam Calonarang

Apakah Lahir "Melik" Sebuah Anugrah Yang Beresiko Kematian ? Simak Selengkapnya

Urutan Persembahyangan Yang Benar Dalam Agama Hindu Beserta Doa/Mantranya

Beginilah Cara Mengintip Leak Yang Sedang Rapat/Meeting Di Malam Hari

Benarkah Menginjak Canang/Sesajen Di Bali Bisa Celaka atau Mendapat Kesialan ?