Janganlah Lupa Untuk Mulat Sarira Atau Introspeksi Diri Sebelum Menilai Orang Lain

 


Om Swastyastu semeton Pesona Taksu Bali, kali ini kita akan membahas tentang "Mulat Sarira" Sebelum itu jangan lupa untuk mengunjungi Instagram kami juga ya @pesona_taksubali.


Sarira itu tubuh. Kata ‘mulat’ dalam bahasa Kawi berarti melihat. Jadi, ‘kembali mulat sarira’ ialah kembali melihat tubuh. Jargon ‘mulat sarira’ seringkali disinonimkan dengan ‘introspeksi diri’. Tubuh dan diri seringkali diperlakukan sama, padahal sekaligus berbeda. Masalahnya adalah bagaimana menyamakan sekaligus membedakan keduanya.


Oleh karena bertubuh maka mampu berdiri. Ia yang terampil menubuh disebut mandiri. Jadi, tubuh adalah sebab, diri adalah akibat. Menubuh atau bersetubuh itu luar biasa nikmatnya, karena di situ ada segala rasa, campuhan rasa. Teks-teks tattwa kuno juga berkata demikian. 


Jalan introspeksi diri, yakni :

• Dapat menilai kembali perbuatan atau keberhasilan dan kegagalan kita pada masa lalu, dan sangatlah penting artinya untuk keseimbangan dan keselaranan kedamaian hidup kita. 

• Segala perbuatan baik (subha karma) perlu dilestarikan dan dikembangkan sedangkan segala kesalahan keburukan, perbuatan tidak baik (asubha karma) patut tidak dilakukan dan dilenyapkan. 

• Semua jenis perbuatan yang tergolong acubhakarma / Asubha karma ini merupakan larangan-larangan yang harus dihindari di dalam hidup ini. Karena semua bentuk perbuatan acubhakarma inilah menyebabkan manusia berdosa dan hidup menderita.


Dalam hukum karma yang terdapat dalam Weda, juga disebutkan bahwa "Karma phala ika palaing gawe hala ayu". Sesungguhnya dengan adanya hukum ini akan sangat berpengaruh terhadap baik buruknya segala mahluk sesuai dengan perbuatan baik dan perbuatan buruknya yang dilakukan semasa hidup dan dengan ini Hukum karma dapat menentukan seseorang itu hidup bahagia atau menderita lahir bathin. 


Semisal, ketika berkendara, terjadi persetubuhan antara pengendara dengan kendaraan. Begitu nikmatnya berkendara hingga disebut lupa diri sedang berkendara, seperti dalam kalimat, “Saya ngebut tadi lho!” Tidak ada jarak antara pengendara dengan motornya. Dalam posisi itu, kata ‘saya’ berarti diri dan tubuh. Berbeda halnya jika, “Saya berkendara ngebut tadi lho!”, tapi kalimat ini terlalu kaku diujarkan.


Keadaan ini disebut pengalaman estetis yang berpuncak pada peristiwa ekstase, lango, lupa diri. Keadaan ini mirip seperti yang digambarkan Claire Holt (2000:122) sebagai “ketiadaan yang terkonsentrasi, seperti tidak yang dikejar para seniman, yang kemudian diekspresikan dalam suatu ciptaan, karya (struktur). Jadi, menubuh atau bersetubuh adalah sebab kehadiran sesuatu, lingga harus menubuh dalam yoni dalam lupa untuk menghadirkan suatu ciptaan.


Kemudian, pembedaan atau penjarakan diri dengan (tubuh) kendaraan terjadi ketika kendaraan mengalami masalah, misalnya, “Motor saya bannya pecah”. Begitu juga dengan tubuh, “Tangan saya kotor”; “Tangan saya sakit terkena pisau”; “Kaki saya patah”. Artinya, tubuh hanya diberi kesempatan memperlihatkan dirinya secara subjektif ketika ia mengalami masalah, itupun dengan tetap dikontrol pronomina posesif saya’, tetapi sudah membedakan. Alain Badiou (2018) menyatakan, “Kalau kamu ingin hidupmu punya makna, kamu harus tetap berada dalam suatu jarak dari kekuasaan.” Artinya, dalam situasi keberjarakan atau perbedaan itulah dimungkinkan terjadinya pemaknaan. Inilah yang disebut fase etis yang memungkinkan momen' untuk memilih, ingat dengan kebertubuhan, lalu melakukan sesuatu seperti, membiarkan atau membersihkan dan mengobati tubuh itu.


Jadi, setiap orang berbuat baik (subha karma), pasti akan menerima hasil dari perbuatan baiknya itu.

Demikian pula sebaliknya, setiap yang berbuat buruk, maka keburukan asubha karma itu sendiri juga disebutkan tidak bisa terelakkan dan pasti akan diterima sesuatu yang buruk pula baik dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang.

Seperti sesonggan "Nyiksik Bulu" untuk terus meningkatkan diri ke arah yang lebih baik.


Jadi bagaimana semeton ? Bermanfaat tidak informasi dari blog kami ? Jika bermanfaat jangan lupa untuk meninggalkan komentarnya ya terima kasih

Via : pesonataksubali.blogspot.com/phdi.or.id/sejarahharirayahindu.blogspot.com

Foto By : rangkuman Google

#pesona_taksubali

Comments

Popular posts from this blog

Makna Asu Bang Bungkem Dalam Sejarah Upacara Caru Hindu Di Bali

Kewajiban Orang Tua Pada Anaknya Menurut Kepercayaan Agama Hindu Di Bali

Makna Mimpi Atau Primbon (Baik Dan Buruk) Menurut Agama Hindu

Bagaimanakah Ciri - Ciri Sebenarnya Dari Zaman Kali Yuga Menurut Kitab Suci Hindu ?

Pantangan Dan Persembahan Yang Wajib Diketahui Dibalik Keramatnya Kajeng Kliwon

Proses Watangan Mapendem/Mengubur Mayat Yang Bangkit Kembali Dalam Calonarang

Apakah Lahir "Melik" Sebuah Anugrah Yang Beresiko Kematian ? Simak Selengkapnya

Urutan Persembahyangan Yang Benar Dalam Agama Hindu Beserta Doa/Mantranya

Beginilah Cara Mengintip Leak Yang Sedang Rapat/Meeting Di Malam Hari

Benarkah Menginjak Canang/Sesajen Di Bali Bisa Celaka atau Mendapat Kesialan ?