Salahkah Aku Menikah Atau Mencintai Seseorang Yang Beda Kasta Denganku ?
Om Swastyastu semeton Pesona Taksu Bali, kali ini kita akan membahas tentang "Pernikahan Beda Kasta" Sebelum itu jangan lupa untuk mengunjungi Instagram kami juga ya @pesona_taksubali.
Dalam tradisi Hindu, Jika seseorang ahli dalam bidang kerohanian maka ia menyandang status Brāhmana. Jika seseorang ahli atau menekuni bidang administrasi pemerintahan ataupun menyandang gelar sebagai pegawai atau prajurit negara, maka ia menyandang status Ksatriya. Apabila seseorang ahli dalam perdagangan, pertanian, serta profesi lainnya yang berhubungan dengan niaga, uang dan harta benda, maka ia menyandang status Waisya. Apabila seseorang menekuni profesi sebagai pembantu dari ketiga status tersebut (Brahmana, Ksatriya, Waisya), maka ia menyandang gelar sebagai Sudra.
Namun yang dirasakan dalam tradisi Hindu Bali bukan sistem warna, namun sistem kasta yang merupakan pelapis sosial yang bersifat turun temurun diwariskan oleh nenek moyang dari generasi kegenerasi. Sistem kasta di Bali merupakan akulturasi budaya Hindu yang masuk sejak zaman kerajaan Majapahit dan sampai sekarang masih dilestarikan oleh masyarakat Bali yang biasanya terlihat dari nama yang diawali dengan sebutan atau gelar tingkat kastanya.
Di sisi lain, beberapa perempuan Bali yang memutuskan untuk hidup sendiri alias tidak menikah juga seringkali mendapat gunjingan. Misalnya dituduh tukang nyinyir bahkan bisa ngeleak atau bisa ilmu hitam. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Perempuan Bali Sruti beberapa waktu lalu menggelar diskusi tentang kedudukan Perempuan Bali dalam pernikahan beda kasta dan memilih tidak menikah (Daha Tua).
Dalam diskusi tersebut, kedudukan perempuan Bali yang disorot adalah perkawinan nyerod, yakni pernikahan antara perempuan berkasta lebih tinggi dengan laki-laki berkasta rendah. Pernikahan nyerod merupakan perkawinan dalam masyarakat adat Bali di mana mempelai perempuan berkasta lebih tinggi (Dikelompokkan dalam golongan tri wangsa) dan mempelai laki-laki berkasta lebih rendah (Jaba atau sudra). Nyerod dalam bahasa Bali diartikan sebagai 'terpeleset'. Biasanya pernikahan mereka yang 'terhalang' kasta ini akan memakai cara lari bersama atau kawin lari sebagai solusi.
Ada dua jenis perkawinan nyerod. Pertama, jika pengantin laki-laki berasal dari golongan tri wangsa yakni berkasta ksatria dan waisya, namun mempersunting perempuan dari golongan Brahmana, maka perkawinannya disebut alangkahi karang hulu. Kedua, laki-laki dari golongan sudra wangsa dengan perempuan dari golongan brahmana disebut perkawinan asu pundung.
Sebelum tahun 1951, kedua jenis perkawinan nyerod ini merupakan perkawinan yang dilarang karena melanggar hukum adat Bali. Baru sejak tahun 1951, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali melalui Keputusan Nomor 11 Tahun 1951 mencabut peswara tahun 1910 yang diubah dengan beslit Residen Bali dan Lombok tanggal 13 April 1927 Nomor 532. Isinya bahwa kawin beda kasta sudah dihapuskan, termasuk meniadakan pelaksanaan upacara Patiwangi.
Kasta di Bali dibuat dan dikemas sesuai dengan garis keturunan Patrinial, diantaranya:
a. Kasta brahmana merupakan kasta yang memiliki kedudukan tertinggi, dalam generasi kasta brahmana ini biasanya akan selalu ada yang menjalankan kependetaan. Dalam pelaksanaanya seseorang yang berasal dari kasta brahmana yang telah menjadi seorang pendeta akan memiliki sisya, dimana sisya-sisya inilah yang akan memperhatikan kesejahteraan dari pendeta tersebut, dan dalam pelaksanaan upacara-upacara keagamaan yang dilaksanakan oleh anggota sisya tersebut dan bersifat upacara besar akan selalu menghadirkan pendeta tersebut untuk muput upacara tersebut.
b. Kasta Ksatriya merupakan kasta yang memiliki posisi yang sangat penting dalam pemerintahan dan politik tradisional di Bali, karena orang-orang yang berasal dari kasta ini merupakan keturuna dari Raja-raja di Bali pada zaman kerajaan. Namun sampai saat ini kekuatan hegemoninya masih cukup kuat, sehingga terkadang beberapa desa masih merasa abdi dari keturunan Raja tersebut.
c. Kasta Waisya merupakanmasyarakat yang berasal dari keturunan abdi-abdi kepercayaan Raja, prajurit utama kerajaan, namun terkadang ada juga yang merupakan keluarga Puri yang ditempatkan di wilayah lain dan diposisikan agak rendah dari keturunan asalnya karena melakukan kesalahan sehingga statusnya diturunkan.
d. Kasta Sudra (Jaba) merupakan kasta yang mayoritas di Bali, namun memiliki kedudukan sosial yang paling rendah, dimana masyarakat yang berasal dari kasta ini harus berbicara dengan Sor Singgih Basa dengan orang yang berasal dari kasta yang lebih tinggi atau yang disebut dengan Tri Wangsa - Brahmana, Ksatria dan Waisya.
Jadi bagaimana semeton ? Bermanfaat tidak informasi dari blog kami ? Jika bermanfaat jangan lupa untuk meninggalkan komentarnya ya terima kasih.
Via : pesonataksubali.blogspot.com/bali-idntimes.com/ayu-maha.blogspot.com/hipwee.com
Foto by : @matangivisuals
Comments
Post a Comment