Kisah Bhakti Sang Ekalavya Pada Guru Drona Yang Masih Sedikit Diketahui

 


Om Swastyastu semeton Pesona Taksu Bali, kali ini kita akan membahas tentang "Ekalavya" Sebelum itu jangan lupa untuk mengunjungi Instagram kami juga ya @pesona_taksubali.

Ekalavya adalah seorang pangeran dari kaum Nisada. Kaum ini adalah kaum yang paling rendah yaitu kaum pemburu, namun memiliki kemampuan yang setara dengan Arjuna dalam ilmu memanah. Bertekad ingin menjadi pemanah terbaik di dunia, lalu ia pergi ke Hastina ingin berguru kepada bhagawan Drona. Tetapi ditolaknya.

Keinginannya yang kuat untuk menimba ilmu panah lebih jauh, menuntun dirinya untuk datang ke Hastina dan berguru langsung pada Drona. Namun niatnya ditolak, dikarenakan kemampuannya yang bisa menandingi Arjuna, dan keinginan dan janji Drona untuk menjadikan Arjuna sebagai satu-satunya ksatria pemanah paling unggul di jagat raya, yang mendapat pengajaran langsung dari sang guru. Ini menggambarkan sisi negatif dari Drona, serta menunjukkan sikap pilih kasih Drona kepada murid-muridnya, dimana Drona sangat menyayangi Arjuna melebihi murid-murid yang lainnya.

Guru Drona adalah guru yang khusus mengajar untuk putra-putra Kuru. Suatu ketika, datanglah seorang pemuda bernama Ekalavya. Pemuda tersebut memohon agar Drona menerimanya sebagai murid. Karena Ekalavya berasal dari golongan Nishada, golongan yang dianggap rendah, maka Drona pun menolak menerimanya sebagai murid. Lagipula, Drona memang mengkhususkan diri untuk mengajari ilmu perang dan persenjataan kepada para pangeran dinasti Kuru saja.

Merasa kecewa, Sang Pemuda pulang ke dalam sebuah hutan. Dibuatnyalah patung yang menyerupai Drona dan menganggap patung itu sebagai gurunya dalam berlatih ilmu panah memanah. Penghargaannya yang begitu tinggi kepada ilmu panah memanah dan latihan yang tak pernah henti membuat dia menjadi seorang pemanah yang sangat mumpuni, tiada banding.

Suatu ketika, Drona mengajak para muridnya ke hutan untuk berburu. Ketika sedang asyik berburu, seekor anjing datang ke mereka dengan mulut yang tertusuk beberapa anak panah sehingga dia tidak bisa menggonggong. Melihat kejadian itu, semua orang termasuk Drona sangat terkejut. Menurut Drona, hal itu adalah sesuatu yang sangat jarang dijumpai dalam ketrampilan memanah. Karena biasanya ketika memanah binatang yang dijadikan sasaran adalah bagian jantungnya, tapi yang dijumpai kali ini seekor anjing dikunci moncongnya dengan beberapa anak panah tanpa dibunuh.

Akhirnya, mereka mengikuti jejak anjing tersebut berasal, dan sampailah mereka berjumpa dengan Ekalavya yang sedang belajar memanah. Arjuna adalah orang yang paling kecewa melihat kenyataan bahwa ilmu memanah yang dimilikinya telah dikalahkan oleh seseorang yang tidak pernah dilatih oleh Guru yang mumpuni seperti Drona. Impiannya sebagai seorang pemanah paling handal di kolong langit tampaknya masih jauh dari harapan. Dia menyadari bahwa ketrampilan panah Ekalavya sangat jauh di atasnya.

Drona kemudian mendatangi Ekalavya dan menanyakan bagaimana caranya Ekalavya berlatih memanah sampai begitu hebat.

Saat bertemu Drona dan Arjuna, Ekalawya dengan sigap menyembah sang guru, tetapi ia malah mendapat amarah atas sikap yang dianggap tidak bermoral, yaitu lancang mengaku sebagai murid Drona meskipun dahulu sudah pernah ditolak untuk diterima sebagai murid. Dalam kesempatan itu pula Drona meminta Ekalawya untuk mempersembahkan guru dakshina apabila mau diakui sebagai murid. Itu merupakan tradisi pemberian sesuatu, sesuai permintaan guru kepada muridnya, sebagai tanda terima kasih dari seorang murid yang telah menyelesaikan pendidikan.

Ekalawya mengaku bahwa ia tidak memiliki barang berharga apa pun untuk diberikan. Tetapi, Drona meminta supaya ia memotong ibu jari tangan kanannya. Awalnya Ekalawya ragu, tetapi Drona tetap memintanya secara tegas. Lalu, permohonan Drona pun dilakukan oleh Ekalawya. Ia menyerahkan ibu jari kanannya kepada Drona, meskipun dia tahu akan akibat dari pengorbanannya tersebut, yaitu kehilangan kemampuan dalam ilmu memanah.

Akhir Hidup Ekalaya :

Ekalawya mengabdi pada Jarasanda di Magadha. Ia juga turut membantu ketika Jarasanda mengepung Mathura, kota para Yadawa. Saat Rukmini dilarikan oleh Kresna, Ekalawya juga turut melakukan pengejaran bersama Jarasanda dan Sisupala.

Kematian Ekalawya termuat dalam Srimad Bhagawatam. Setelah tewasnya Jarasanda, Ekalawya bertempur untuk membalas dendam dengan cara mengepung Dwaraka, kediaman Kresna dan Baladewa (Balarama). Ia bertarung melawan pasukan Yadawa, dan akhirnya tewas dalam pertempuran setelah Kresna menghujamkan batu ke arahnya

Jadi bagaimana semeton ? Bermanfaat tidak informasi dari blog kami ? Jika bermanfaat jangan lupa untuk meninggalkan komentarnya ya terima kasih.

Via : Pesonataksubali.blogspot.com/kompasiana.com/wayang.wordpress.com/seputargk.id

Foto by : wayang.com

#pesona_taksubali

Comments

Popular posts from this blog

Makna Asu Bang Bungkem Dalam Sejarah Upacara Caru Hindu Di Bali

Kewajiban Orang Tua Pada Anaknya Menurut Kepercayaan Agama Hindu Di Bali

Makna Mimpi Atau Primbon (Baik Dan Buruk) Menurut Agama Hindu

Bagaimanakah Ciri - Ciri Sebenarnya Dari Zaman Kali Yuga Menurut Kitab Suci Hindu ?

Pantangan Dan Persembahan Yang Wajib Diketahui Dibalik Keramatnya Kajeng Kliwon

Proses Watangan Mapendem/Mengubur Mayat Yang Bangkit Kembali Dalam Calonarang

Apakah Lahir "Melik" Sebuah Anugrah Yang Beresiko Kematian ? Simak Selengkapnya

Beginilah Cara Mengintip Leak Yang Sedang Rapat/Meeting Di Malam Hari

Urutan Persembahyangan Yang Benar Dalam Agama Hindu Beserta Doa/Mantranya

Benarkah Menginjak Canang/Sesajen Di Bali Bisa Celaka atau Mendapat Kesialan ?