Dalam Manawadharmasastra Para Pelaku Pelecehan Seksual (Paradara) Dihukum Potong Jari, Pantaskah ?

 


Om Swastyastu semeton Pesona Taksu Bali, kali ini kita akan membahas tentang "Hukuman Pelaku Pelecehan Seksual" Sebelum itu jangan lupa untuk mengunjungi Instagram kami juga ya @pesona_taksubali

Paradara, sebuah istilah yang tidak terlalu populer di masyarakat termasuk di kalangan umat Hindu, tetapi istilah tersebut terdapat dalam susastra Hindu. Paradara merupakan kejahatan asusila terhadap wanita, baik itu wanita yang sudah bersuami, gadis maupun anak-anak. Paradara inilah yang diteliti oleh I Nyoman Alit Putrawan, seorang dosen di lingkungan IHDN Denpasar untuk menyusun disertasinya sebagai syarat untuk meraih gelar Doktor ilmu agama di Program Doktor Pascasarjana IHDN Denpasar.

Hukum Hindu memandang bahwa memperkosa adalah dosa yang sangat besar sekali, dalam Sad Atatayi di sebut dengan Dratikrama yaitu memperkosa (Darmayasa :116: 1995). Dalam Sarasamuccaya sloka 153, menyatakan bahwa perbuatan memperkosa jangan dilakukan karena dapat memperpendek umur. 

Manava Dharmasastra III.63 , menyatakan Bahwa Dengan berhubungan sex secara rendah di luar cara perkawinan/ memperkosa, dengan mengabaikan upacara pawiwahan, weda, melakukan dengan cara hina, tidak memperhatikan nasehat orang suci maka keluarga-keluarga besar, kaya dan berpengaruh akan hancur berantakan. Pemerkosaan merupakan dosa yang sangat besar sekali dan di jatuhkan sanksi yang berat juga. Demikian juga KUHP mengatur tentang pemerkosaan itu dengan hukuman badan dan hukuman kebiri. 

Salah satu penyebab terjadinya kekerasan seksual adalah karena lemahnya perlindungan hukum bagi korban perempuan di Indonesia. Bentuk paradara meliputi :

1. perkosaan, adalah suatu tindakan kriminal di saat korban dipaksa untuk melakukan hubungan seksual, khususnya penetrasi dengan alat kelamin di luar kemauan korban.

2. Pencabulan, merupakan kecenderungan untuk melakukan aktivitas seksual dengan orang yang ridak berdaya, seperti anak, baik pria maupun wanita dengan kekerasan maupun tanpa kekerasan.

3. Perzinahan, zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh bukan suami istri. Zanah (bahasa Ibrani) adalah perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubngan pernikahan (perkawinan). 

4. Persetubuhan, tindakan memasukkan kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan perempuan yang pada umumnya menimbulkan kehamilan, dengan kata lain bilamana kemaluan itu mengeluarkan air mani dalam kemaluan perempuan.

Sanksi hukum pidana Hindu menurut kitab Kantaka Sodhana seperti yang terdapat pada Manawadharmasastra, Sarasamuccaya, Adi Agama, Kutara Manawa, Manawa Swarga serta turunannya, penerapan kitab Kantaka Sodhana/hukum pidana Hindu ini dapat lebih memberatkan pelaku paradara dan kejahatan kesusilaan. Di samping hukuman denda, hukuman maksimal yang diterima pelaku adalah hukuman potong jari sampai hukuman mati, seperti tertuang dalam Manawadharmasastra VIII. 367 dan 372, juga Sarasamuccaya sloka 153 yang dikatakan paradara dapat memperpendek umur: Paradara na gantavyah sarvavarnesu karhicit, na hidrcamanayusyam yathanyastrinisevanam.

Manawa Dharmasastra VIII.367 sanksinya potong jari: Abhisahya tu yah kanyam kuryaddarpena manawah, tasyac kartye anggulyan dandam carhati sat catam. Artinya: Bila seorang laki-laki dengan maksud menghina mencemari wanita itu dengan kekerasan, dua jari tangannya akan dipotong dengan segera dan didenda dengan seratus pana.

Tindak pidana perkosaan adalah hubungan antara laki-laki dengan perempuan layaknya suami istri dan terdapat unsur kekerasan. Norma hukum Hindu yang berkaitan dengan perkosaan diuraikan dalam Pasal 364 Astamo’dhyayah Mānava Dharmaśāstra

sebagai berikut :

yo ‘kāmāṁ dūṣayet kanyāṁ

sa sadyo vadham arhati,

sakāmāṁ dūśayaṁtulyo

na vadhaṁ prāpnuyān naraḥ.

(Mānava Dharmaśāstra VIII.364)

Terjemahannya:

Ia yang memperkosa wanita yang tidak mau, dihukum jasmani langsung, tetapi seseorang yang menikmati dengan kemauan wanita itu, tidak diancam hukuman

jasmani bila dilakukan dengan wanita segolongan (Pudja dan Sudharta,2004:425).

Jadi bagaimana semeton ? Bermanfaat tidak informasi dari blog kami ? Jika bermanfaat jangan lupa untuk meninggalkan komentarnya ya terima kasih.

Via : pesonataksubali.blogspot.com/ejournal.ihdn.ac/majalahhinduraditya.blogspot.com/jayapanguspres.penerbit.org

Foto by : Netralnews

#pesona_taksubali


Comments

Popular posts from this blog

Makna Asu Bang Bungkem Dalam Sejarah Upacara Caru Hindu Di Bali

Kewajiban Orang Tua Pada Anaknya Menurut Kepercayaan Agama Hindu Di Bali

Makna Mimpi Atau Primbon (Baik Dan Buruk) Menurut Agama Hindu

Bagaimanakah Ciri - Ciri Sebenarnya Dari Zaman Kali Yuga Menurut Kitab Suci Hindu ?

Pantangan Dan Persembahan Yang Wajib Diketahui Dibalik Keramatnya Kajeng Kliwon

Proses Watangan Mapendem/Mengubur Mayat Yang Bangkit Kembali Dalam Calonarang

Apakah Lahir "Melik" Sebuah Anugrah Yang Beresiko Kematian ? Simak Selengkapnya

Beginilah Cara Mengintip Leak Yang Sedang Rapat/Meeting Di Malam Hari

Urutan Persembahyangan Yang Benar Dalam Agama Hindu Beserta Doa/Mantranya

Benarkah Menginjak Canang/Sesajen Di Bali Bisa Celaka atau Mendapat Kesialan ?