Kelahiran Anak Di Bali, Kebahagiaan Atau Beban ?
Om Swastyastu semeton Pesona Taksu Bali, Punapi Gatra Semeton ? Dumogi Rahayu Sareng Sami
Membaca topik diatas, pasti semeton semua bertanya-tanya apakah kelahiran banyak anak di Bali membawa rejeki atau akan menjadi beban ?
Sekarang ini banyak kita ketahui kasus hamil di luar nikah, semua itu tidak lepas dari bebasnya pergaulan dan maraknya aktifitas seks bebas para remaja yang baru menginjak dewasa serta kurangnya perhatian dari orang tua yang sangat di perlukan dalam mendidik mental anak.
Kita sebagai umat hindu patut mengetahui bagaimana hubungan seks dan hamil diluar nikah menurut ajaran agama Hindu, karena ini akan menjadi pelajaran kita dalam menjalani hidup sehari – hari. Prinsipnya hubungan seks diluar nikah oleh agama manapun sangat dilarang karena menentang ajaran – ajaran agama itu sendiri. Bagi kita sebagai Umat Hindu semua ini telah diuraikan dalam Ajaran Trikaya Parisuda tentang Kayika yang disebut “ Tan Paradara “. Pengertian dari Tan Paradara yang mempunyai pengertian sangat luas sekali misalnya : menggoda, berhubungan seks dan melakukan hubungan seks dengan suami / istri yang tidak melakukan ikatan suami istri yang sah (selingkuh/memitra).
Hubungan seks yang senantiasa dianggap sah dan suci adalah setelah pasangan ini melakukan upacara pewiwahan yang sesuai dengan ajaran Manawadharmasastra, Sarasamuscaya dan Parasaradharmasastra.
Dalam Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek – aspek Agama Hindu yang disahkan oleh PHDI tahun 1987 diatur tentang keadaan Cuntaka (tidak suci menurut ajaran agama hindu) dengan masalah seks dan melahirkan anak di luar nikah adalah sebagai berikut :
1.Wanita hamil diluar nikah yang belum melaksanakan upacara Beakaon dan Cuntaka ini akan berakhir setalah si wanita dinikahkan dalam upacara pewiwahan .
2. Anak yang lahir dari kehamilan di luar nikah atau anak itu lahir sebelum melaksanakan Upacara Pewiwahan . Anak tersebut di namakan Panak Dia – diu dan cuntakan dari anak ini akan berakhir setelah kedua orang tuanya sudah melakukan ikatan yang sah (upacara pewiwahan) . Untuk menghilangkan cuntaka dari anak itu sendiri harus dibuatkan Upacara pemerasan, yaitu ada sepasang suami istri yang sah yang mau mengakui anak itu secara niskala.
Tapi semua itu kembali kepada kepercayaan kita masing-masing, karena penentu jalan kehidupan kita adalah diri kita sendiri, bukan dari orang lain. Jadi bagaimana semeton ? Percaya atau tidak kelahiran banyak anak banyak rejeki ?
Yuk komen dibawah ini 😁
Via : Kulkulbali.co/pesonataksubali.com
Comments
Post a Comment