Inilah 4 Cara Memperoleh Pengetahuan Menurut Nyaya Darsana (Catur Pramana)
Om Swastyastu semeton Pesona Taksu Bali, kali ini kita akan membahas tentang "Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan" Sebelum itu jangan lupa untuk mengunjungi Instagram kami juga ya @pesona_taksubali.
Dalam ajaran Hindu, setiap manusia dilahirkan dalam kondisi awidya (tidak berpengetahuan) kemudian dalam perjalanannya mulai berproses menuju widya (berpengetahuan). Tentu saja dalam proses perjalanan dari awidya menuju widya, banyak hal yang dilalui setiap individu. Dia menjadi berpengetahuan melewati berbagai proses pengalaman dan juga dialog dengan orang lain. Widya tentu saja bukan semata berpengetahuan, tapi lebih tepatnya adalah pengetahuan yang benar.
Menjadi individu yang ‘widya’, tentu saja menjadi harapan setiap insan, karena dengan pengetahuan yang dimilikinya manusia di manusiakan.ini pula sebabnya, satu hal yang tidak boleh ditunda dalam Hindu adalah ‘Kapetaning Widya‘ atau mencari ilmu pengetahuan. Dalam rangka mencari pengetahuan yang benar inilah, Hindu (Nyaya Darsana) memberikan 4 pedoman pengamatan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. 4 pedoman ini disebut dengan ‘Catur Pramana‘
1. Pratyakasa Pramana (Pengamatan)
Pramana pertama adalah Pratyaksa.Pratyaksa adalah pengamatan.Cara kerjanya seperti ini. Segala sesuatu yang eksis di luar kita (manusia) bisa diamati keberadaannya selama ia dicerap panca indera. Di sini kita bisa lihat bahwa Nyaya betul-betul realis-empiris.Pandangan seperti ini belakangan baru berkembang di Barat beberapa abad setelah Masehi, tepatnya pada filsafat Empirisme-nya David Hume.
Menurut Nyaya, ada hubungan antara kita (manusia) dan segala sesuatu yang eksis sebagai sasaran. Sasaran ini, jika kita memakai pendekatan Nyaya yang realis-empiris, tentu mesti menempati ruang dan waktu.Singkatnya, antara manusia sebagai subjek pengamat dan benda sebagai objek yang diamati ada sebuah hubungan di antara keduanya.Hubungan ini bukanlah sensasi-sensasi semata, tetapi hubungan tersebut ada, nyata, dan riil.
2. Anumana Pramana (Penyimpulan)
Anumana adalah pramana yang cukup penting karena ini adalah penyimpulan. Konsep dasarnya adalah bahwa antara subjek yang mengamati dan objek yang diamati mesti terdapat sesuatu antara.Ini sangat berbeda dengan silogisme Aristoteles.Silogisme Nyaya tetap berdasarkan realitas, dan perantara antara subjek dan objek yang diamati tersebut juga bersifat empiris.
Contohnya gunung yang mengeluarkan asap. Bagaimana kita bisa sampai pada kesimpulan bahwa gunung tersebut berapi? Gunung adalah objek; kita mengamatinya dan kita melihat ada asap. Sebelum kita tiba pada kesimpulan bahwa gunung tersebut berapi, di titik ini kita mesti menyelidiki perantara-nya yang empiris.Bahwa kita pernah membakar sampah, memasak dan lain sebagainya.Dari pengalaman ini, kita menyaksikan bahwa sebelum sampah itu terbakar, mesti lebih dulu ada asap.
3. Upamana Pramana (Perbandingan)
Upamana adalah cara memperoleh pengetahuan dengan cara analogiatau perbandingan. Konsep dasarUpamana adalah membandingkan (menganalogikan) sesuatu dengan sesuatu yang lain yang hampir sama agar apa yang kita bandingkan tersebut dipahami oleh orang lain walaupun orang tersebut belum pernah menyaksikan secara langsung apa yang kita maksudkan. Namun, penetahuan yang diperoleh dengan cara ini tergantung dari jumlah variable yang dibandingkan, semakin banyak variable yang dibandingkan maka, akan semakin banyak untuk mendapatkan kemungkinan benar.
4. Sabda Pramana (Penyaksian)
Pramana yang terakhir adalah Sabdha atau kesaksian.Pengetahuan bisa didapatkan melalui kesaksian orang yang mumpunyai tentang sesuatu hal dan yang bisa dipercaya.Dalam hal ini, Weda adalah kesaksian yang bisa dipercaya kebenarannya.Orang yang bisa dipercaya kesaksiannya sebagai sumber pengetahuan disebut Laukika (logika), sementara kitab suci Weda sebagai sumber pengetahuan disebut Vaidika.Walaupun kita tidak dapat melihat secara langsung, tapi kita percaya kepada orang yang pernah membaca kitab weda tersebut.
Contoh laukika (logika): Seseorang yang menderita sakit percaya bahwa penyakitnya TBC; dia sangat percaya karena yang memberitahukannya adalah dokter. Dokter dalam konteks ini adalah orang yang dipercayai kesaksiannya (laukika). Sebaliknya, tentu si sakit ini tidak akan percaya seratus persen bilamana yang menyimpulkan sakitnya itu adalah petani atau nelayan. Mengapa nelayan dan petani tidak tahu-menahu soal penyakit dalam manusia.Begitu juga misalnya jika saya mau tahu kapan waktu tanam tiba, tentu saya mesti menanyakannya kepada petani, bukan kepada dokter.
Jadi bagaimana semeton ? Bermanfaat tidak informasi dari blog kami ? Jika bermanfaat jangan lupa untuk meninggalkan komentarnya ya terima kasih.
Via : Pesonataksubali.blogspot.com/hindualukta.blogspot.com/wikakrishna.wordpress.com
Foto By : @kakang_photoworks (ilustrasi)
Comments
Post a Comment